My Sushi Girl - Chapter 1 : Ivy

Suasana sekolah saat itu benar-benar tidak dapat dibilang tertib. Para siswa berkumpul dan saling menyenggol kanan kiri, tidak sabar menunggu sesuatu yang sangat penting bagi mereka. Hari ini adalah hari di mana pengumuman kelulusan ditempelkan di papan depan tata usaha. Ivy berdebar-debar sedari pagi dan begitu juga dengan teman-temannya.

“Duh, aku tegang banget nih Vy, lulus nggak ya?,” Tanya Vina, salah satu sahabat Ivy.

“Tenang aja Vin, kamu pasti lulus lah. Kamu kan paling pintar diantara kita bertiga. Hehehe….,” Maya menyahut sambil tertawa renyah.

“Ih kamu May, selalu menggampangkan. Ini penting loh untuk kita. Masa kamu ga tegang sama sekali sih? Ah kamu mulai mirip deh ama Ivy”

“Loh…loh.. kok Ivy disangkut-pautkan. Aku juga tegang Vin, tapi aku sudah pasrah. Yang penting kan kita sudah berusaha sebaik mungkin. Ingat ga janji kita dulu?”

“Ingat dunk. Rajin belajar, lakukan yang terbaik dan berserah pada yang di atas!,” Vina semangat menjawab pertanyaan Ivy.

“Nah, itu ingat. Kita kan udah rajin belajar. Kita juga udah melakukan yang terbaik. Kita nggak nyontek kok. Berarti sekarang yang harus dilakukan yah berserah, Vin”

“Iya sih. Haduh tapi masih deg degan nih.”

“Udah, gini aja, kita makan bubur ayam di kantin, aku yang traktir. Gimana?,” Maya menawarkan sesuatu yang sudah pasti tidak mungkin ditolak oleh Ivy dan Vina.

“Ayuuuukkk!!!!”

Maka mereka bertiga pun menuju kantin sekolah dan duduk di tempat favorit di samping taman. Kantin SMA mereka bisa dibilang cukup besar, karena ada sebuah taman di ujung paling dalam. Maklum, sekolah mereka berbentuk persegi panjang dan kantin menempati posisi paling ujung dari sekolah ini. Ivy, Vina dan Maya paling menyukai meja yang dekat dengan taman, karena mereka biasanya berbincang-bincang sambil menikmati berbagai bunga yang tumbuh di sana. Tak jarang pula mereka berfoto dengan background taman tersebut.

Berbagai makanan dijual di kantin ini mulai dari soto, nasi campur, hingga bubur ayam. Walaupun banyak menu dijual di sana, tetapi mereka selalu memesan bubur ayam. Mengapa bubur ayam? Karena menurut pelatih fitness Ivy, soto ayam merupakan makanan yang paling pantang dan tidak boleh dimakan. Instruktur itu juga memberitahu Ivy bahwa tidak ada binaragawan yang mengkonsumsi soto pada menu makannya. Ivy sulit mempercayai informasi itu, tetapi dia tidak berani melawan instruktur fitnessnya yang mahal itu. Jadi dia tidak makan soto dan menganjurkan teman-temannya untuk tidak mengkonsumsi soto. Sebagai teman yang baik dan solider, Vina dan Maya menurut.

Bagaimana dengan nasi campur? Hmm... Mari kita lihat. Nasi campur terdiri dari berbagai isi: nasi, tempe bumbu kering, empal suwir, setengah potong telur bumbu kuning, sambal dan krupuk. Maya tidak mengkonsumsi daging karena menurutnya, daging tidak baik untuk kesehatan. Selain itu, manusia tidak seharusnya memakan daging karena dianggap mempercepat punahnya hewan-hewan langka. Ivy dan Vina pun mau tidak mau harus menurut, walaupun mereka berdua selalu menekankan bahwa ayam juga termasuk daging dan Maya harusnya juga tidak mengkonsumsi ayam. Maya menolak, karena menurutnya, ayam termasuk unggas, bukan daging. Ivy dan Vina diam terkatup.

“Bu, yang biasa. Tiga yah!”

“Iya non. Pakai cakwe nggak non?”

“Pasti dong bu. Makasih ya bu. Tolong diantar ke meja biasa bu. Tempat gadis-gadis cakep ngumpul. Hehe”

“Ah, non ini bisa aja. Ya sudah, nanti ibu antar ke sana ya.”

“Yoyoi bu. Makasih ya bu,” Maya melenggang menuju meja bercat kuning di samping taman.

“SUDAH DITEMPEL!!”

Tiba-tiba Maya dan teman-temannya dikagetkan oleh suara teriakan salah satu siswa.

Sudah ditempel di TU!! Buruan!!!”

Rupanya pengumuman kelulusan sudah ditempelkan di papan depan TU. Sontak ketiga gadis itu ngeloyor pergi meninggalkan meja mereka.

“Bu, buburnya simpan dulu yah, nanti kami balik lagi,” Pesan Ivy pada ibu kantin.

“Oh, iya non….” Suara ibu itu hanya terdengar samar-samar, karena mereka berlari secepat mungkin untuk melihat pengumuman di papan TU.

Kondisi selasar di depan ruang tata usaha terlihat sangat sempit. Semua anak kelas tiga berbondong-bondong menuju papan. Sekolah ini memiliki empat papan pengumuman yang masing-masing menghadap keluar. Posisi yang saling membelakangi membuat keempat papan ini mudah dilihat dari berbagai sisi. Papan-papan pengumuman ini diletakkan tepat ditengah-tengah lantai satu. Akibatnya, terbentuklah lingkaran manusia di sekitarnya.

“Gimana Vy?” Vina dan Maya penasaran dengan hasil perjuangan mereka selama satu setengah bulan mengikuti bimbel di lembaga belajar paling terkenal di kota Surabaya.

Mata Ivy membaca nama-nama tersebut. Kegiatan scanning dan skimming* yang dia pelajari di kelas akhirnya dipergunakan juga.

Ivan Rahmat

Ivena Manulang

Ivy Dewi Sandrina

“Itu namaku! Aku lulus!!” Ivy menjerit sejadi-jadinya. Perasaan lega bercampur bahagia segera terlihat dari ekspresinya yang berkaca-kaca.

“Vy, aku dong….”

“Aku juga Vy…”

Vina dan Maya juga masih penasaran. Maklum, Ivy memiliki postur tubuh yang paling tinggi di antara mereka. Perawakan ini memampukan Ivy untuk melewati kepala-kepala yang menghalangi pandangan mereka. Vina dan Maya selalu memanfaatkan kondisi badan Ivy di situasi yang tepat, seperti saat ini. Saat pengumuman kelulusan.

“Sebentar-sebentar, aku cari dulu yah,” Kembali Ivy menggunakan ilmunya untuk mencari nama kedua sahabatnya. Perlahan dia temukan nama Maya terselip antara Martin Gunadarma dan Melissa.

“Maya, kamu lulus juga!” Ivy berteriak selantang-lantangnya untuk memberitahu Maya bahwa dia pun lulus. Maya langsung sumringah dan menangis.

Sementara maya menangis dna bersyukur karena dia lulus, Ivy masih mencari-cari nama Vina dalam daftar nama yang sangat panjang itu. Ivy mulai panik karena dia tidak menemukan nama Vina di mana-mana.

“Vy, gimana? Aku lulus ga?” Suara Vina bergetar karena dia merasa ragu dengan ekspresi Ivy yang mulai kebingungan.

“Sebentar ya Vin. Sabar yah, aku lagi cari nih nama kamu” Ivy sendiri merasa ragu karena matanya sudah berkali-kali memeriksa dan tidak mendapati nama Vina. Ivy mulai gemetar.

Vina memang merupakan gadis yang paling cerdas di antara mereka bertiga. Setiap ulangan dan ujian dapat dia lewati dengan baik. Dia tidak pernah mendapatkan kesulitan dalam mengerjakan tugas apapun. Dia selalu naik kelas dan selalu dapat peringkat lima besar. Dengan kata lain, Ivy dan Maya menyebut Vina sebagai seorang gadis jenius. Namun keadaan yang dihadapi mereka bertiga kali ini berbeda. Nama Vina benar-benar tidak ada di daftar kelulusan siswa.

Ivy berbalik dan mendatangi teman-temannya. Mimik wajahnya yang penuh dengan keragu-raguan dan kebingungan mulai menggoyahkan benteng ketabahan yang dibangun Vina. Vina mulai menangis. Vina merasa gagal. Vina tidak percaya. Dengan kepercayaan dirinya dan semua persiapan yang telah dia lakukan, dia tidka mungkin gagal. Mustahil!

“Vy, kamu sudah benar-benar cari?” Tanya Maya.

“Iya May. Aku sudah cek tiga kali di daftar itu. Nama Vina ga ada di sana May. Coba kamu cek deh May. Masa aku tega sih mempermainkan Vina” Ivy mulai kehilangan kesabaran.

Copyright © 2008 - iWrite - is proudly powered by Blogger
Smashing Magazine - Design Disease - Blog and Web - Dilectio Blogger Template